Di dalam realita kehidupan terdapat berbagai macam sajian kata yang tersusun menjadi sebuah kalimat dengan situasi dan kondisi yang tentunya berbeda-beda.
Bukan berbicara terkait keanekaragamaan berbahasa namun lebih membicarakan mengenai cara penyampaiannya dengan lebih mengutamakan mempunyai norma (aturan) atau beretika.
Tidak semata santun berbicara hanya dapat dipelajari melalui pendidikan saja, namun faktanya lingkungan juga menjadi faktor penentu terbentuknya konsep berbicara secara nyata. Terkait faktor penentu yaitu lingkungan, terbentuknya konsep berbicara tersebut sejatinya adalah di dalam diri kita sendiri. Iya, diri sendiri yang dapat menelaah, menyaring berbagai macam sajian kata baik atau buruk untuk dikonsumsi maupun digunakan serta mengoreksi layak atau tidak layaknya penempatan kata dan kalimat tersebut bila ditempatkan ke dalam berbagai situasi dan kondisi dimana pun kita berada.
Jadi buat apa kita bersosialisasi dan berinteraksi selama ini!
– Jangan langsung menilai buruk brosis –. Bersosialisasi dan berinteraksi merupakan faktor pendukung yang nantinya kita akan mengetahui serta memahami terbentuknya konsep berbicara yang baik memang diharuskan mempunyai norma. – Jadi perlu jugakan adanya sosialisasi dan interaksi hehehe –.
Ingat. Tidak dapat menjadi sebuah norma jikalau tidak adanya unsur bersosialisasi dan berinteraksi. Jelas, tidak semudah yang dibayangkan. Tidak pula sekedar pembelajaran. Tentu memerlukan pemahaman.
Seiring kita selalu bersosialisasi dan berinteraksi oleh berbagai macam pola berbicara individu diluar sana, tentu kita jauh lebih memahami cara bagaimana mengembangkan norma dan etika berbicara yang lebih dapat diterima oleh masyarakat. – Bukan kah begitu hehehe –
Terus apa dong untungnya buat diri sendiri?
Membahas apa keuntungan yang didapatkan, tentu dengan adanya kita mempunyai konsep berbicara yang beretika atau paham akan norma berbicara pastinya akan dapat membangun kepercayaan yang dapat diterima dari orang lain terhadap diri kita atau dapat juga menyakinkan bahwa kita mampu menempatkan posisi untuk membaur ke dalam berbagai macam situasi dan kondisi dimana pun kita berada.
– Menurut persepsi saya nih yaa… –. Berbicara itu merupakan syarat utama yang saling berdampingan dengan sikap maupun sifat pribadi manusia. Tidak bisa dipisahkan. Itu sudah menjadi hukum alam. Namun apabila terjadi ketidaksinambungan antara berbicara dengan sikap sifat pribadi manusia, tentu yang digaris bawahi adalah ketidaksadaran manusia yang memang diharuskan memiliki batasan yaitu “komitmen” di dalam menjaga atau membentengi diri untuk menerima dampak positif atau negatif dari bersoalisasi dan berinteraksi di dalam pembauran itu sendiri.
Emang diperluin banget adanya komitmen?
Perlu dipahami. Kita bukanlah makhluk invidual yang dapat bertahan hidup dengan cara seorang diri. Hidup sama dengan bersosial, bersosial merupakan cara bagaimana berinteraksi, adanya interaksi diperlukan pemahaman, dari pemahaman tersebut perlu adanya batasan, selanjutnya batasan tersebutlah yang dikatakan komitmen.
Merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, komitmen adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu; kontrak. – landasannya KBBI biar lebih jelas arahnya yaa 🙂 –
Menurut saya, komitmen mempunyai dua (2) macam bentuknya, yaitu;
Komitmen Internal dan Komitmen Eksternal.
Untuk pendewasaan diri terutama di dalam situasi dan kondisi bersosial, jelas memiliki tahapan-tahapan yang tidak akan ada habisnya bila ditelusuri jauh lebih dalam. Namun faktor sederhana apabila dipahami secara rasional maka akan berpotensi besar dapat berdampak positif untuk diri sendiri maupun orang lain di lingkungan sekitarnya, yaitu komitmen.
Persepsi saya – kalo kalian beda persepsi ya gapapa ko hehe.. – komitmen internal adalah sebuah perjanjian yang hanya dilakukan kepada diri sendiri yang melibatkan fisik maupun non-fisik tentu untuk mencapai tujuan yang diharapkan atau bahkan dapat mengubah ke suatu hal baru terlebih ke dalam positif.
Bicara komitmen untuk diri sendiri tentu menurut prespektif saya pasti sangatlah berat karena tantangan terbesar adalah mengorbankan suatu kenyamanan yang telah kita jalani untuk mendapat suatu harapan yang tentunya jauh lebih baik. Hal ini tentu berlaku kepada cara kita berbicara – loh kok gitu sih.. – jadi seperti ini, sebaiknya kita butuh sebuah komitmen untuk diri sendiri dan tentunya di dalam diri untuk membentuk perilaku baik. Perlu dipahami membicarakan “baik” jangan berpikir segala sesuatu yang akan kita perlakukan untuk membentuk kebaikan dikarenakan sesuatu yang diharapkan atau ada apanya. Itu namanya dusta. Jadikanlah perilaku baik itu memang didasari kita ingin mengubahnya dan tidak dikarenakan sesuatu untuk dinilai baik atau dipandang baik oleh orang lain dan pada akhirnya di cap baik namun semua itu hanya bungkus luarnya saja – nah loh –.
Tadi saya juga sudah menyinggung diatas bahwasanya berbicara merupakan syarat utama guna membentuk kepribadian. – Tentu saya setuju – komitmen kepada diri sendiri adalah coba untuk melakukan suatu perubahan dalam berbicara yang sesuai dengan norma/etika dimana pun situasi dan kondisi kita berada. Efek yang dirasakan tentu akan menjadikan diri kita lebih dihargai, disegani, dan lebih dihormati dan itu semua bukan menjadi tujuan yang kita harapkan namun segala sesuatu itu akan dengan sendirinya datang. Selanjutnya berpikir mengenai cara bagaimana untuk menjaga kepercayaan tersebut dengan lebih memahami perilaku baik yang harus kita lakukan dan tentunya untuk dapat menjadi pondasi dasar agar mendukung pola bicara yang bernorma atau beretika tersebut menjadi lebih terbangun sering berjalannya waktu.
Jujur semua itu memang berat atau bahkan sulit. Ingat. Penilaian yang hanya sebatas omong kosong memang akan mengatakan semua itu tadi adalah mudah untuk dilakukan tapi jika kalian percaya dan mencoba untuk melakukannya, saya akan bilang – sungguh kalian orang-orang yang beruntung – semoga komitmen internal atau diri sendiri ke dalam hal berbicara yang lebih mengutamakan atau berlandaskan norma dan etika yang kalian lakukan akan dapat mengubah diri kalian menjadi diri yang jauh lebih baik dan bermanfaat – Amin…. –
Terus komitmen eksternalnya apa?
– Hahaha iya sebentar ini juga lagi diketik kok.. – diatas tadi saya sudah uraikan kalau komitmen internal merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan diri kita ini dan komitmen dalam hal berbicara yang lebih berlandaskan norma dan beretika merupakan komitmen terbesar untuk mengubah diri kalian yang jauh lebih dan bermanfaat. – Setujukah?
Sekarang pembahasan untuk komitmen eksternal. Gampangnya komitmen eksternal merupakan perjanjian yang melibatkan subjek lain diluar dari dalam diri terlebih nantinya akan berdampak saling menguntungkan di kedua belah pihaknya. – ini persepsi saya loh, kalo berbeda dengan kalian yaa gapapa kok (jangan dipermasalahin yah) hehe –
Jadi gini, selain komitmen internal (dari dalam diri untuk diri sendiri) tentu komitmen eksternal juga memiliki peran yang teramat penting karena faktor luar juga dapat menjadi penentu akan terbentuknya kepribadian diri seseorang. Ingat perlu ditegaskan kembali, pembentukan kepribadian seseorang ada baiknya bukan karena keinginan orang lain untuk mengubah pribadi diri kalian melainkan faktor luar (orang lain) hanya sebatas pengingat atau mengarahkan bahkan memberikan nasehat saja selebihnya iya kalian yang melakukan proses pembentukannya tersebut.
Komitmen eksternal dasarnya ialah cara bagaimana diri kita merespon subjektif luar yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap diri kita ini dan diri kita menyetujui lalu menyakini bahwasanya subjek luar tersebut dapat mempengaruhi ke dalam pembentukan kepribadian diri kita. Namun kelemahannya, komitmen eksternal dapat menjadi negatif (disalahgunakan) terlebih kepada doktrin-doktrin yang tidak baik dari orang-orang yang menyalahgunakan kepercayaan yang mereka peroleh dari orang yang menghargai kepribadiannya.
– Saya berpesan gapapakan.. – Jadi bagi saya, komitmen yang terbesar dan yang dapat dirasakan dampaknya adalah komitmen internal atau dari dalam diri terlebih dahulu karena semua berawal dari diri kita sendiri, tentang cara bagaimana kita dapat memberikan penilaian yang baik dengan sebaik yang akan kita rasakan, cara bagaimana membaur ke dalam situasi dan kondisi lingkungan masyarakat yang santun dengan sesantun yang akan kita rasakan lalu selanjutnya kita memberikan tekanan atau penetrasi dari semua hal itu dengan berpikir kita harus melakukan semua itu dengan tulus, ikhlas, apa adanya, dan tanpa sesuatu yang diinginkan atau diharapkan terlebih ada apanya.
Terimakasih
Jakarta;
22 Juni 2017
#ManusiaJalang